Seribu

Tiba aku di situ dengan tanya di kepala. Aku perlu menenangkan diri. Mencari jawab.

Mi yamin, teh serai menemaniku. Alun suara lagu yang silih berganti, membawa darah untuk tenang sekaligus bersemangat.

Mengapa aku di sini? Mengapa aku suka tempat ini? Apakah karena rona warna bangunannya yang senada? Atau menyajikan santai di teras rumah sambil bersantap.

Ingatanku terdampar di masa lalu. Dari beranda rumah, melihat lalu lalang kendaraan. Ikatan emosi, memori lawas yang dimekarkan kembali di sini.

Sewu Mangkok, itu nama tempat ini.

Tahukah kamu Lawang Sewu sesungguhnya tidak seribu pintu? Ada 425 kusen dan 928 daun pintu itu faktanya.

Tahukah kamu Kepulauan Seribu sebenarnya tidak mencapai 1.000? Kalau sekarang tinggal tersisa berapa ya? Jangan-jangan tenggelam beberapa lagi, efek pemanasan global. Siapa yang peduli? Siapa yang mau menghitung lagi?

Tiba aku di sini dengan tanya di kepala. Lagu Sewindu dari Tulus mengalun menyeruak dari pelantang musik. Apakah ini pertanda bagiku untuk balik kanan? Telah seribu cara kulakukan untuk mencari jalan ke hatimu, tapi pintu itu senantiasa terkunci.

Vakansi

Di antara hiruk pikuk rutinitas, orbit yang itu-itu, dibutuhkan vakansi. Beranjak ke luar kota ataupun di dalam kota. Mengambil jarak dari hal harian yang dilakukan terus menerus. Suatu waktu saya mendapatkan tugas liputan SLB di Bali, pengambilan data dapat dilakukan satu hari, sisanya saya memiliki waktu luang. Saya baru kembali ke Jakarta esok siangnya. Selepas liputan, apa yang saya lakukan? Apakah saya beranjangsana ke tempat-tempat wisata yang ada di Bali? Saya memilih mukim saja di kamar hotel hehe..Sekadar membeli makanan, minuman di luar hotel. Lalu saya menghabiskan jam demi jam di kamar hotel. Menonton tayangan di tv kabel, membaca, tidur, meresapi orbit waktu dengan kegiatan yang tidak diburu-buru.

Saya pun merasakan gembira dengan pascaliputan tersebut yang bak vakansi bergizi. Menikmati vakansi memang bisa bermacam-macam caranya. Ada yang bak penaklukan dengan sejumlah spot yang harus dicentang. Ada yang mencari suasana berbeda, dan lain sebagainya. Ragam menikmati vakansi tersebut berakar dari karakter, isi dompet, serta pilihan di kala itu.

Staycation juga menjadi pilihan untuk melakoni vakansi. Bagaimana sebuah kota yang kita kira akrab dan kenal, ternyata bisa didekati dengan cara pandang berbeda.

Vakansi juga dapat digunakan untuk quality time dengan rekan-rekan seperjalanan. Bisa jadi mengukuhkan pengenalan terhadap karakter yang kita ketahui atapun melihat sisi karakter lainnya.

Maka termin vakansi kantor istri saya pun terasa menyenangkan. Dikarenakan tidak terlampau ngoyonya untuk menghabiskan waktu untuk ke titik-titik tempat wisata. Ada momentum di mana diberikan kebebasan waktu bersama keluarga inti.

Maka termin vakansi ke Yogyakarta di tahun 2020 pun terasa menyenangkan. Dalam takaran yang pas itinerary. Dengan formasi yang ada maka kunjungan ke Kopi Klotok Pakem Sleman, Alamanda Jogja Flower Garden, Tempo Gelato, Taman Pintar, Keraton Yogyakarta, Waroeng Omah Sawah, Kebon Ndalem begitu mantap betul.

Menulis Membawa Saya Berkunjung ke Sejumlah Daerah

DSC_0159

Agustus 2015 ketika itu saya sedang meliput event Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) di Palembang, Sumatera Selatan. Sebagai pemateri dalam pembekalan peserta FLS2N tingkat SMP yakni Ahmad Fuadi penulis buku best seller ‘Negeri 5 Menara’. Salah satu perkataan dari Ahmad Fuadi yang berkesan adalah menulis membawanya jalan-jalan ke berbagai negara dan berbagai daerah.

Kalimat tersebut saat itu masuk dan mencantel saja di ingatan. Untuk kemudian saya baru menemukan relevansi kalimat itu di penggalan waktu kemudian. Ya, sebelumnya ketika masih bekerja sebagai ghost writer dan editor, ‘jalan-jalan’ ke sejumlah tempat pun saya lakoni. Saya bertemu dengan beberapa orang politikus baik itu di gedung parlemen ataupun di rumahnya. Banyak kenangan dan pengalaman yang saya dapatkan kala itu. Mulai dari cerita off the record hingga terkagumkan dengan lukisan karya Raden Saleh di rumah salah seorang politikus.

Lalu ketika saya menjadi jurnalis, kesempatan untuk berkunjung ke sejumlah daerah di Indonesia saya dapatkan. Kantor tempat saya bekerja istilah kerennya menjadi media partner dari pemberitaan di Direktorat Pembinaan SMP dan Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus. Irisannya bertemu dengan entitas pendidikan baik itu di jajaran SMP dan Anak Berkebutuhan Khusus.

IMG_0685

Dengan bekal kemampuan menulis, saya pun meliput berbagai event yang buat saya worth banget dan membangkitkan optimisme. Ada event Olimpiade Sains Nasional (OSN), Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN), FLS2N, Lomba Penelitian Siswa Nasional (LPSN), Olimpiade Literasi Siswa Nasional (OLSN), Festival dan Lomba Literasi PKLK, dan lain sebagainya.

Berbagai kota pun saya kunjungi sebagai konsekuensi logis liputan ragam event tersebut antara lain Palembang, Medan, Pekanbaru, Bali, Jakarta. Saya pun menyelami tekstur sebuah kota, dan merasakan langsung Indonesia.

Menyenangkan, melakukan sesuatu yang saya gemari: menulis. Ditambah lagi bertemu dengan anak-anak bangsa dengan segala keunikannya. Menelusuri daerah di Indonesia yang memiliki pola tersendiri. Ya, menulis telah membawa saya ke berbagai kesempatan dan pertemuan. Bagaimana dengan Anda?

Posted in Aku, Essai, Jalan-Jalan

Pusing-Pusing ke Singapura

Telah berbilang tahun lamanya saya menginjakkan kaki ke Singapura. Ketika itu saya dan keluarga melakukan vakansi ke negeri singa tersebut. Baiklah berikut ini akan saya hidangkan mengenai sekelumit kisah dan perjalanan yang saya alami.

Personil keluarga yang ikut ke Singapura terdiri dari: saya, Zuhdi, ibu, teh Hani, dan aa Imron. Beruntunglah semenjak dahulu saya gemar untuk mencatatkan segala sesuatu sehingga kepingan perjalanan di Singapura tersebut dapat terlacak kembali. Dari basis catatan kecil tersebut tulisan ini akan menemukan alurnya. Kami berada di Singapura selama 5 hari (Sabtu, Ahad, Senin, Selasa, Rabu). Sedangkan tahun kami menginjakkan kaki di Singapura adalah tahun 2006.

singapura

Sabtu

Kami berangkat dengan menggunakan pesawat terbang. Destinasi tujuan adalah Batam. Dari Batam kami naik ferry untuk kemudian touch down di Singapura. Ferry yang kami tumpangi untuk menuju Batam bernama wavemaster. Selama perjalanan laut kami menikmati hembusan angin, cita rasa laut, untuk kemudian dari kejauhan terlihatlah gedung-gedung pencakar langit yang menyambut kami dengan cita rasa modernitas. Setelah menyelesaikan urusan imigrasi, kami pun naik taxi cab. Pengemudi taxi cab-nya perempuan. Sesekali sang pengemudi menggunakan bahasa melayu dalam percakapan. Dan tahulah saya dengan istilah ‘pusing-pusing’ yang berarti ‘jalan-jalan’ atau ‘keliling’.

Setelah sampai di hotel yang kami tempati, kami pun bersiap untuk pusing-pusing di Singapura. Saya dan Imron tinggal di hotel yang berbeda dengan teh Hani, ibu, dan Zuhdi. Dikarenakan teh Hani merupakan perencana keuangan yang hemat, maka kami menempati hotel yang agak unik secara pengalaman. View dari jendela hotel yang kami lihat adalah para WTS yang mangkal mencari konsumennya. Alhasil saya dan kakak saya merasa terusik dengan view tersebut. Esoknya saya dan kakak saya migrasi ke hotel yang sama dengan teh Hani, Zuhdi, ibu.

MRT

Jalan-jalan di hari Sabtu di bulan Agustus tahun 2006 tersebut memperkenalkan saya dengan sarana transportasi efektif, efisien, manusiawi yakni: MRT. MRT adalah kepanjangan dari Mass Rapid Transit. Sarana transportasi ini dapat diandalkan dari segi ketepatan waktu, kemampuan mengangkutnya yang banyak. Sehingga hal ini dapat menekan angka kemacetan. Di samping itu pajak untuk kendaraan pribadi begitu tinggi di Singapura. Pemberian pelayanan fasilitas umum yang nyaman seperti MRT tentunya memudahkan warga negara tersebut untuk melakukan muhibah dari satu titik ke titik yang lain.

Di MRT tersebut boleh dibilang cukup ramai. Namun jangan ditanya soal kebersihan dan presisi waktunya. MRT tersebut sekalipun padat penumpang, bersih adanya. Dalam hal presisi waktu maka sekian menit sekali MRT akan tiba. Tiket MRT sendiri dapat dibeli di sebuah mesin yang menyerupai ATM. Setelah mengkonversi sejumlah uang maka penumpang mendapatkan kartu. Kartu ini digunakan dengan cara di-tab pada palang pintu masuk dan keluar.

peta mrt

Destinasi pertama kami di hari itu adalah Takashimaya. Di sana kami mencari makan dan mencicipi pemandangan keriuhan penduduk Singapura. Setelah mengisi perut di daerah Takashimaya kami pun beranjak ke tempat tinggal teman dari Teh Hani yakni mbak Riri. Tempat tinggal disana kebanyakan adalah di apartemen. Tanah yang terbatas di Singapura membuat hunian berbentuk vertikal tersebut menjadi opsi paling memungkinkan. Di tempat mbak Riri yang suaminya bekerja di kepolisian Singapura tersebut, saya, Imron, dan Zuhdi memilih untuk bermain games sepakbola Fifa. Sementara itu teh Hani, ibu, mbak Riri dan suami saling berbincang mengenai rupa-rupa perkara.

Sepulang dari tempat mbak Riri kami menikmati durian di pinggir jalan. Untuk kemudian kami beristirahat dan bersiap untuk hari selanjutnya.

Ahad

Pada hari Ahad tujuan utama kami adalah menuju Sentosa Island. Sebagai sarapan pagi kami mencicipi roti Prata dan teh Tarik. Roti Prata nikmat adanya dengan kuah serta daging. Sedangkan teh Tarik merupakan campuran antara teh dengan susu. Dalam proses pembuatannya terjadi tarik-menarik antara teh dengan susu. Sebuah atraksi yang menarik melihat pembuatan teh Tarik. Hal tersebut menambah khazanah pengetahuan saya tentang dunia kuliner.

teh tarik

Setelah sarapan kami pun memilih sarana transportasi bus. Bus yang kami tumpangi merupakan bus bertingkat. Tentu saja kami memilih untuk berada di tingkat 2. Menikmati rangkaian bangunan, budaya, sejarah dari bangunan-bangunan yang kami lewati. Setelah sampai di terminal, kami pun membeli tiket Sentosa Island. Tiket yang dipilih adalah Ticket Tour 1. Untuk menuju Sentosa Island kami menggunakan cable car. Dari atas ketinggian itulah kami dapat melihat Singapura dari perspektif yang berbeda.

Di Sentosa Island kami melihat Underwater World. Wahana yang setipe dengan Sea World di Jakarta. Aneka ragam binatang laut tersaji disana. Selepas dari Underwater World kami menuju Cinemania. Untuk kemudian kami menjajal tontonan 4 dimensi. Film yang diputar bertemakan pirates. Di pertunjukan tersebut selain disuguhi visual memikat 4 dimensi terdapat kejutan berupa semprotan air skala mini yang menerpa kaki.

Kami kemudian mencoba wahana Sky Tower. Disana kami dibawa pada ketinggian. Setelah sekian meter dari tanah, Sky Tower tersebut berputar secara pelan. Dari Sky Tower dapat dilihat Singapura dari ketinggian tertentu. Selepas dari Sky Tower kami beranjak ke wahana Dolphin Lagoon. Disana kami melihat atraksi lumba-lumba. Namun rupanya atraksi lumba-lumba tersebut kalah secara teknik dengan lumba-lumba di Ancol. Hal tersebut diceletukkan oleh pengunjung yang juga berasal dari Indonesia. Dan kami pun mengamini pendapat tersebut dengan cara saksama.

roti prata

Kami menuju spot berikutnya yakni Musical Fountain. Disana terdapat atraksi air yang seperti menari serta dikombinasikan dengan musik. Selepas air yang menari terdapat sajian tarian yang memaparkan kebudayaan Asia. Rupanya bagi keponakan saya: Muhammad Zuhdi sajian dari Musical Fountain ini membosankan. Dia pun manyun sepanjang pertunjukan haha..

Selepas dari Musical Fountain kami menuju Merlion. Namun dikarenakan waktu telah sore dan dikenakan biaya yang cukup menguras kantong untuk sampai di kepala Merlion, kami memutuskan untuk sekadar melihat Merlion dari bawah. Malam pun menjelang dan kami kembali naik cable car. Dari atas ketinggian kami melihat kota Singapura. Kali ini dengan kompi cahaya yang mewarnai bangunan-bangunan di negeri yang dibangun oleh Raffles tersebut.

musical fountain

Kami pun tiba di Mount Faber. Mount Faber yang terletak di ketinggian menyajikan pemandangan serta arah. Untuk menuju Mount Faber, selepas dari cable car kami berjalan kaki. Di Mount Faber terdapat sejumlah teleskop. Disana kita dapat melihat berbagai arah. Seperti misalnya sudut yang memperlihatkan arah ke Jakarta. Puas di Mount Faber kami naik cable car untuk menuju tempat makan di Harbour Front. Selepas dari cable car kami melanjutkan dengan menumpang MRT. Di Harbour Front kami bertemu dengan teman teh Hani yakni mbak Clara, mas Jack, dan Aidil. Di sana kami makan di tepi sungai. Adapun restoran yang dipilih bernama Kinba. Makanannya enak banget. Makanan di Kinba merupakan masakan India. Kami juga mencicipi es krim jahe. Kombinasi unik bukan?

Senin

Pada hari Senin ibu kami me-request agar makan makanan Indonesia. Alhasil teh Hani membawa kami pada restoran Hajah Maimunah. Sajian yang disajikannya seperti makanan rumahan. Selepas mengisi perut, kami pun beranjak ke Mustafa Centre. Mustafa Centre buka 24 jam dan merupakan tempat perbelanjaan yang harganya relatif murah. Disanalah kami membeli berbagai souvenir yang memiliki tag line Singapore. Gantungan kunci, kaus, kotak musik merupakan sekelumit tentengan kami selepas dari Mustafa Centre.

cable car

Arah perjalanan untuk kemudian kembali ke hotel tempat kami menginap. Di kamar hotel kami menonton film The Devil’s Advocate. Film yang imho merupakan tipikal film kueren united. Kami agak lama di kamar hotel dikarenakan teh Hani berkeras untuk membeli tiket bioskop via internet. Sementara teh Hani berkutat dengan pemesanan tiket via internet, kami pun menggunakan waktu dengan cara saksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya untuk tidur siang haha..Akhirnya teh Hani menyerah dengan pemesanan tiket bioskop via internet. Pusing-pusing pun dilanjutkan.

Pusing-pusing diarahkan ke China Town. Disana ibu saya dibelikan baju khas Tiongkok oleh teh Hani. Malam pun tiba dan kami pun sampai di Orchard Road yang tersohor itu. Sebuah jalan yang kiranya memaparkan banyak mall. Kami hanya melewati Orchard Road tanpa singgah untuk berbelanja. Kami lebih memilih untuk menonton film Pirates of the Caribbean: Dead Man’s Chest. Selepas menonton film Pirates of the Caribbean: Dead Man’s Chest, kami berpapasan dengan seorang nenek yang menjual tisu dan sarden. Teh Hani pun menjelaskan mengenai etos kerja orang Singapura. Bagaimana sekalipun usia telah sepuh namun mereka memilih untuk bekerja. Bukan sekadar nenek tersebut pandangan mata yang saya temui, di tempat makan pun saya temui yang membersihkan piringnya adalah seorang kakek.

Malam kami di hari Senin ditutup dengan makan seafood. Sebuah sajian yang memanjakan lidah.

carribean

Selasa

Pada hari Selasa, awal hari kami dijelajahi dengan naik MRT. Sarapan pagi kali ini dengan BreadTalk. Tempat yang kami tuju adalah Esplanade. Esplanade digunakan sebagai gedung pertunjukan. Esplanade juga berbentuk unik yakni seperti durian. Setelah dari Esplanade kami naik bis menuju Chijmes. Berjalan kaki kami pun sampai di patung Raffles. Tak jauh dari patung Raffles kami menikmati sarana transportasi berupa perahu dengan menggunakan mesin. Dengan menggunakan perahu itu kami menjelajahi Singapura melalui jalur air.

Titik pusing-pusing kami berikutnya adalah Singapore Zoo. Sebelum menjelajah kebun binatang, kami mampir di KFC. Tidak ada nasi dalam menu yang disajikan. Di Singapore Zoo, Zuhdi saya “bully” dengan binatang siamang hehe..Binatang yang menggelantung di pepohonan tersebut membuat Zuhdi bergegas keluar dari area yang ditempati oleh siamang.

Selepas dari Singapore Zoo kami pergi ke hotel Four Season. Di hotel Four Season mbak Riri bekerja. Di sana kami makan malam sekaligus foto-foto di dalam hotel. Boleh dibilang ini adalah salam perpisahan dengan mbak Riri dikarenakan besoknya kami akan meninggalkan Singapura.

singapore zoo

Rabu

Pada hari Rabu kami pun berkemas untuk kembali ke Jakarta. Di taksi kami berpisah jalan. Teh Hani melanjutkan perjalanan ke Amerika Serikat, sedangkan sisa rombongan kembali ke Jakarta. Tiba di HarbourFront, kami pun akhirnya resmi mengucapkan bye..bye..ke Singapura. Di bandar udara Batam ternyata tiket kami ke Jakarta terbawa oleh teh Hani. Alhasil kami pun harus membeli tiket pesawat.

Kembali ke bandara Soekarno-Hatta, kami pun menumpang taksi untuk kemudian touch down di rumah.

Begitulah kiranya hikayat perjalanan yang saya lakukan. Semoga di waktu mendatang saya dapat berkunjung ke negeri tersebut.

Posted in Aku, Jalan-Jalan

Vakansi Lebaran

Manusia memang membutuhkan liburan. Dengan demikian itu seperti mengendurkan segala ketegangan. Dan yang terlebih penting adalah memberikan opsi pada jalan kehidupan. Ada orbit lain yang bisa dijalani. Vakansi pada libur lebaran tahun ini cukup memberikan berbagai perspektif bagi saya. Apa saja yang saya lakukan pada vakansi lebaran tahun ini? Secara garis besar terdapat dua panel yakni berkunjung ke rumah saudara dan ikut ke sejumlah tempat dengan kakak saya yang sedang vakansi ke Indonesia.

Pada kunjungan ke rumah saudara saya menemukan poin ada yang ajek dan berubah. Nyatanya keluarga besar telah mengalami pertambahan jumlah. Ini sebagai konsekuensi logis dari pernikahan. Ada yang menikah, ada yang melahirkan, tentu berimplikasi pada pertambahan secara kuantitatif pada keluarga besar. Pertemuan dengan keluarga besar memberikan warna bahwa kita hidup di dunia memiliki keterikatan darah tertentu. Dan ikatan itu dapat membantu, dan ikatan itu dapat menjadi alur historis dari mana kita berasal.

Pada vakansi lebaran tahun ini saya juga mendapati kunjungan keluarga dari Amerika Serikat. Kakak saya beserta 3 anaknya berkunjung ke Jakarta. Anak pertama kini telah berumur 17 tahun, sedangkan kedua adiknya berumur 3 tahun dan 1 tahun. Ini pertama kalinya untuk melihat secara langsung kedua keponakan saya yang berumur 3 tahun (Haiqal) dan 1 tahun (Putera). Vakansi ini mengingatkan saya bahwa kakak saya begitu mobile bergerak setiap harinya. Ia dalam sehari dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Di hari-hari awal kedatangan, berbagai pergerakan kakak saya masih antusias saya ikuti. Lama kelamaan saya seperti kehabisan stamina dan daya. Pada dasarnya saya adalah orang rumahan yang tiada terlampau senang untuk spartan pergi dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Iya saya suka bepergian, namun kalau setiap hari harus ulang-alik pergi ke sejumlah titik maka ada resistensi dari tubuh dan jalan pikiran saya. Yang terkena implikasi langsungnya adalah jam membaca dan menulis. Dengan bepergian spartan setiap hari, maka saya mengalami defisit dalam membaca dan menulis. Pola hidup ajek yang telah saya bangun dengan membaca dan menulis mengalami pergeseran ketika saya mengikuti kakak saya berkunjung ke sejumlah spot.

Biar bagaimanapun sejumlah muhibah yang dilakukan oleh kakak saya memberikan distingsi bagi saya untuk menjalani hari. Saya “dipaksa” untuk lebih banyak mencicipi matahari dan udara luar ruangan. Saya akui pada beberapa hal itu menyegarkan, namun pada beberapa hal itu menggerus sisi intelektual dan kekaryaan saya dikarenakan membuat saya tiada leluasa dalam jam membaca dan menulis. Kurang lebih begitulah vakansi lebaran saya pada tahun ini, bagaimana dengan vakansi lebaran Anda?

Posted in Aku, Ekonomi, Essai, Fiksi Fantasi, Jalan-Jalan, Sosial Budaya

Boneka Voodoo

Pada 7 Juli 2013 tempo hari saya berkesempatan pergi ke Popcon Asia. Bertempat di Jakarta Convention Centre pada tahun ini tema yang diangkat adalah Cross-Dicipline Success Story. Pergi ke suatu tempat dengan membawa buah tangan merupakan upaya terbaik untuk membekukan memori. Saya pun membeli Watchover Voodoo Doll. Apa yang terbetik di pikiran Anda ketika mendengar frasa “boneka voodoo”. Mungkin mistis, gelap, jahat, musuh, balas dendam, merupakan berbagai kata yang dapat memberikan penjelasan mengenai boneka voodoo.

Tentu saja Watchover Voodoo Doll tidak menjual boneka voodoo yang seperti lazim ada di benak kita sekalian untuk melakukan “tindakan” terhadap musuh. Saya kutipkan dari keterangan mainannya: Watchover Voodoo is for fun and if by keeping one of these dolls with you it helps with any aspect of your life then it is a good thing.

watchover voodoo doll

Persepsi, definisi memang dapat bergeser adanya. Semisal mengenai vampir yang menemukan definisi berbeda pada diri Edward Cullen. Singkirkan peti mati, terbakar karena sinar matahari, bawang putih, predator yang kejam. Edward Cullen menjadi sosok vampir yang begitu dicintai dengan sejumlah spesifikasi yang ok bagi kaum hawa. Ia tampan, berbudaya, “vegetarian”, pecinta musik Claude Debussy.

Begitu juga persepsi, definisi ketika melihat Watchover Voodoo Doll. Ada persepsi, definisi yang bergeser dari segala keangkeran, kekelaman, pembalasan dendam dari boneka voodoo yang seperti lazim terdengar. Yang hadir adalah boneka voodoo dalam tampilan yang simpatik, unyu, dan membawakan pesan kebaikan. Saya tidak perlu membayangkan untuk menusuk dengan jarum, mematahkan tangan atau kaki dari boneka voodoo ini. Melainkan menjadi koleksi mainan yang menarik adanya.

Pesan baik dari boneka voodoo yang saya beli adalah sebagai berikut: To help give you strenghth to fight for all the things you believe in. Boneka voodoo yang saya beli bertemakan gladiator. Pesan lainnya ialah dari boneka voodoo yang berwarna pink: To get rid of unwanted love interest and watchover my feelings. Demikianlah pada beberapa hal kita harus berterima kasih kepada kreativitas, kapitalisme yang mampu mengemas segala sesuatu menjadi menarik dan layak menjadi buah tangan.

Kalfa (Kaldera Fantasi) merupakan komunitas dengan titik fokus pada fiksi fantasi. Ada beberapa distrik yang kami coba jelajahi yakni: Buku-Film-Games-Japan/Anime-Komik.
Hadir juga di http://www.facebook.com/groups/kalfa

{fin}

Posted in Buku, Essai, Fiksi Fantasi, Film, Jalan-Jalan

Layar Tancep Filmnya The Lord of the Rings

Hari Sabtu 29 Desember 2012 tempo hari saya menonton maraton The Lord of the Rings extended version di 1/15 coffee. Acara nonton bareng tersebut tak terlepas dari jasa komunitas The World Mythology Community, Movies Explorer Club, Eorlingas Indonesia. Sebagai penggemar The Lord of the Rings, saya langsung antusias ketika membaca iklan via facebook perihal nonton bareng The Lord of the Rings extended version. Namun rupanya saya harus lebih detail memperhatikan jam acara. Semula saya pikir acara nobar ini akan berakhir hingga siang hari. Tapi ternyata acaranya selesai sekitar jam 11 malam. Hmm..sebenarnya saya setengah terjebak dengan durasi nobar tersebut. Saya pikir semula cuma memperlihatkan bagian-bagian extended version yang tidak ada di bioskop. Namun ternyata oh ternyata yang diputar adalah full film extended version dari The Fellowship of the Ring sampai The Return of the King.

Pada hari Jumat malamnya tanggal 28 Desember 2012, saya baru menonton The Hobbit. Entah karena saya agak lelah bekerja pada siangnya, dikarenakan saya menonton di jam 21.45, beberapa kali saya menahan kantuk ketika menonton The Hobbit. Dan terus terang The Hobbit meleset dari ekspektasi saya. Dari segi karakter, praktis di The Hobbit hanya Gollum yang mampu tampil luar biasa. Andy Serkis sebagai pemeran Gollum kembali melanjutkan kepiawaiannya memainkan karakter yang memiliki nama lain Smeagol tersebut. Karakter lainnya yang dalam radar saya bermain bagus adalah Thorin (Richard Armitage). Saya mendapatkan kesan keras, kuat kemauan, dan beban luka jiwa dari karakter ini.

Saya akan membuat artikel tersendiri tentang The Hobbit pada lain kesempatan. Marilah kembali mengarahkan haluan pikir ke acara maraton nonton bareng The Lord of the Rings extended version. Acara nobar ini sendiri jika menilik dari daftar absennya maka mencapai lebih dari 100 orang yang ada. Ruangan lantai dua dari 1/15 coffee dipenuhi oleh para penggemar serial yang digubah dari novel J.R.R.Tolkien ini. Nuansa The Lord of the Rings sendiri terdapati pada replika mainan, semacam mading yang ditautkan di tembok, serta spanduk The Lord of the Rings. Beberapa orang penonton dan panitia memakai atribut The Lord of the Rings menambah semarak keriuhan acara.

Acara dimulai sekitar jam 10.30 pagi dengan pemutaran The Fellowship of the Ring. Dalam extended version boleh dikatakan secara filmis memperdalam cerita dan semakin mendekati apa yang dinarasikan di buku. Di The Fellowship of the Ring misalnya di adegan awal terdapat Bilbo yang sedang tekun menuliskan ceritanya. Bagaimana Bilbo dengan tumpukan perkamennya. Diceritakan juga secara singkat mengenai kebiasaan dan budaya dari hobbit.

Extended version mampu menjawab beberapa tanya ketika dulu saya menonton yang versi bioskopnya. Sebut saja dengan kuda Brego (The Two Towers). Selepas Aragorn jatuh dari tebing, dahulu saya bertanya darimana kuda ini tahu dan begitu setia dengan Aragorn. Ternyata Brego yang semula liar berhasil ditundukkan oleh Aragorn dengan menggunakan nyanyian elf. Brego pun menunjukkan kesetiaan yang utuh kepada Aragorn sebagai hasilnya. Maka tak mengherankan selepas Aragorn jatuh dari tebing dan semula dianggap mati, Brego menjemput tuannya, untuk kemudian membawa tuannya ke Helms Deep.

extended version

Extended version juga memberikan pengayaan terhadap Eowyn. Eowyn ternyata bernyanyi di kala pemakaman Theodred. Nuansa kesedihan dan pemakaman yang membuat saya teringat dengan pemakaman Hector di film Troy (2004). Kisah roman Eowyn juga mendapatkan porsi lebih nampol di extended version. Bagaimana Eowyn sekuat daya dan upaya untuk mendapatkan hati Aragorn. Sebutlah pdkt yang dilakukannya di kandang kuda, memberikan sup kepada Aragorn, ‘menyatakan cinta kepada Aragorn’. Pada bagian memberikan sup, dibuatlah tertawa penonton di 1/15 coffee. Rupanya Eowyn gagal parah dalam memasak. Aragorn yang menerima sup, harus bermuka seolah-olah sup tersebut enak. Lalu ketika Eowyn berlalu buru-buru dibuang supnya. Lalu Eowyn kembali lagi, dan dengan sangat terpaksa Aragorn menghabiskan sup yang rasanya gagal parah di depan tatapan mata harap dari Eowyn.

Trilogi The Lord of the Rings extended version memberi humor yang lebih menggigit bagi Gimli. Sebut saja ketika dwarf ini adu banyak-banyakan menjatuhkan lawan dengan Legolas. Pada penghitungan terakhir, Gimli yang sedang menduduki musuh menyatakan bahwa dirinya telah mengalahkan 43 musuh. Sedangkan Legolas baru mencapai 42 musuh. Dengan segera Legolas mengambil busurnya, memanah, dan memastikan musuh yang sedang diduduki Gimli mati. Total musuh yang dikalahkan Legolas menjadi 43. Dan alangkah lucunya ekspresi berang dari Gimli. Humor dari Gimli lainnya terdapat ketika dirinya ikut menuju the Dead Men of Dunharrow, dimana Aragorn menggunakan garis darahnya untuk memanggil mereka kembali bertarung. Bagaimana bayangan asap yang mencoba menggapai tubuh si dwarf ditiup-tiup oleh Gimli. Gimli pun tidak mematuhi perintah Aragorn untuk tidak melihat ke bawah. Alhasil Gimli melihat tempat yang diinjaknya ialah tengkorak, serta plus lagi suara krak dari sepatunya yang bertumpu pada tengkorak-tengkorak tersebut. Menyaksikan ekspresi kengerian dari Gimli putra Gloin menerbitkan tawa di acara nobar.

Suasana nobar The Lord of the Rings extended version menurut hemat saya menyerupai menonton layar tancep dengan filmnya The Lord of the Rings. Bagaimana celetukan kerap terjadi. Bagaimana potongan dialog yang diujarkan oleh penonton sebelum si penutur dalam film mengutarakannya. Bagaimana kekaguman para penonton perempuan terhadap sosok Legolas. Terkait dengan celetukan, hal tersebut misalnya terlihat dari romansa Eowyn yang mendapatkan tanggapan riuh. Bagaimana para penonton menanggapi Eowyn yang ‘menyatakan cinta’ bagaimana penonton menanggapi Eowyn yang ditolak, bagaimana penonton menanggapi Eowyn yang akhirnya menemukan tambatan hati pada sosok Faramir.

Nuansa celetukan ramai inilah yang menambah suasana nobar menjadi tambah seru. Bagaimana momen-momen tertentu menjadi lebih riuh rendah. Selain Eowyn, Legolas menjadi perhatian penonton. Barulah saya tersadar bahwasanya Orlando Bloom (pemeran Legolas) ternyata benar-benar membetot perhatian penonton dari kaum hawa. Ketika Legolas pertama kali muncul, penonton perempuan langsung ramai mengagumi. Pun begitu dengan momen lainnya dimana Legolas nampak bersinar dengan ketampanannya ataupun daya aksinya yang tangguh.

Acara yang selesai pada kisaran jam 11 malam tersebut, semakin membuat saya jatuh cinta pada serial trilogi The Lord of the Rings. Extended version yang ada semakin membuat imajinasi saya dari hasil membaca novelnya menemui kenyataan dalam sinematografi. Dan meski saya sudah menonton trilogi The Lord of the Rings berkali-kali, kekaguman, emosi, saat jatuh harapan, saat harapan bersinar lagi, tetap saya rasakan dengan kuat. Sebuah karya yang komplet.

{fin}

Kalfa (Kaldera Fantasi) merupakan komunitas dengan titik fokus pada fiksi fantasi. Ada beberapa distrik yang kami coba jelajahi yakni: Buku-Film-Games-Japan/Anime-Komik.

Hadir juga di http://www.facebook.com/groups/kalfa

Posted in Edukasi, Essai, Fiksi Fantasi, Jalan-Jalan, Sosial Budaya

Merayakan Perbedaan

Hari Kamis kemarin saya menghadiri gathering world mythology community (wmc). Terus terang cakrawala pengetahuan saya tentang mitologi tidak seberapa banyak. Disamping itu dari segi peminatan saya tidak terlampau terpikat dengan mitologi. Ambil sampel dalam melihat Troy, saya jauh lebih berkenan dengan film Troy (2004) yang dibintangi oleh Brad Pitt dan Erick Bana dibandingkan dengan versi buku cerita yang menggambarkan urun rembug para dewa dewi dalam kancah peperangan. Saya lebih menyukai struggle dari manusia dibandingkan kekuatan maha dari dewa dewi.

Tema yang diangkat pada gathering wmc ialah tentang Yokai & Yurei in Japanese Folklore. Ada banyak slide dan penjelasan yang terasa asing bagi saya yang newbie. Saya pun mengikuti acara sambil mencatat di beberapa titik. Rupanya pekerjaan formal saya sebagai jurnalis berpengaruh pada profil saya. Menjadi jurnalis memungkinkan saya bertemu dengan orang orang-orang baru, lingkup ilmu yang baru. Sebagai contoh saya pernah kedapatan tugas untuk menulis tentang energi terbarukan dan dinamika bbm. Dalam menulis hal tersebut banyak saya temui frasa, konsep baru. Saya belajar dari situ.

Rupanya menjadi jurnalis menjadikan saya sebagai khittah manusia pembelajar. Banyak kiranya kepingan pengetahuan yang tiada saya ketahui. Semangat belajar, rasa ingin tahu, akselerasi upaya dapat menjadi daya yang luar biasa dalam mereguk ilmu. Saya pun belajar dari gathering wmc tersebut. Saya mencatat dan saya bertanya. Saya bertanya dua poin, adakah hubungan saling pengaruh mempengaruhi dalam lakon hantu Jepang dan Indonesia dikarenakan penjajahan Jepang dalam interval waktu 1942-1945. Pertanyaan berikutnya ialah adakah pengaruh dari barat dalam kisah hantu Jepang?

Kedua pertanyaan tersebut men-deja vu-kan saya pada masa kuliah. Saya adalah penanya yang memberatkan narasumber. Bahkan pernah dalam salah satu kelas, satu kelompok meminta saya untuk tidak bertanya. Pertanyaan dari saya sukar dijawab, alasan mereka. Pertanyaan, dari situlah kunci ilmu pengetahuan akan terbuka. Bahkan Anda dapat mengetahui kualitas intelektualitas seseorang dari pertanyaan yang diajukan. Hidup tanpa mempertanyakan adalah hidup yang telah selesai.

Sikap mempertanyakan dan keingintahuan kiranya yang dapat membuat terjadi quantum keilmuan. Itulah kiranya yang membuat saya berfilosofi Kaldera Fantasi (Kalfa) memiliki ragam distrik. Terdapat buku, film, anime, games, komik, yang memungkinkan masing-masing individu saling belajar dan pengaruh mempengaruhi dalam semesta Kaldera. Saya sendiri bukanlah expert dalam beberapa distrik, namun saya memiliki passion untuk belajar, memiliki passion untuk berbagi apa yang saya tahu. Seperti dituturkan dalam surat Al-Hujurat ayat 13, “Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.”

Saya bersyukur melalui Kalfa cakrawala pengetahuan saya tentang fiksi fantasi dapat membentang. Saya memperoleh ragam pengetahuan baru. Saya memperoleh teman-teman baru. Tentunya pada beberapa hal, Kalfa tidak seperti ekspektasi beberapa orang. Sebagai pendiri dan admin, saya minta maaf atas eksepektasi yang tidak tergapai. Itu teramat mungkin karena masih belum optimalnya pengetahuan saya tentang fantasi yang terentang luas. Besar harapan saya Kalfa dapat menjadi medium pembelajaran. Disini kita dapat merayakan perbedaan.

Disini kita dapat mengungkapkan buah pemikiran dengan nyaman. Membiasakan mengutarakan buah pemikiran dengan toleransi perlu adanya. Seperti istilah Perancis, du chocs des opinions jaillit la verite, dari benturan berbagai opini akan muncul sebuah kebenaran. Ataupun seperti dinarasikan Natsir, “hendaknya merupakan satu “sanctuary” yakni tempat aman di mana dapat diadakan konfrontasi antara ide dan ide, pendirian dengan pendirian, yang walaupun berlaku secara tajam dan bebas sebagai pembawaaan dari tugas kita itu, tetap di dalam suasana ibarat sebuah pulau yang aman tenteram di tengah-tengah gelombang” (Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional, hlm. 141-142). Dialektika pemikiran dan keinginan untuk belajar inilah yang sya percaya akan menjadi basis nilai yang berguna untuk ragam habitat kehidupan. Belajarlah hal-hal yang baru. Selami dunia yang begitu luas adanya dan bervariasi. Hiduplah dengan sebenar-benar hidup. Seperti kata Ralph Waldo Emerson, “And in the end, it’s not the years in your life that count. It’s the life in your years.” Saya percaya seberapa vitalitas daya hidup cukup ditentukan oleh hasrat belajar hal-hal yang baru.

Perbedaaan ada bukan untuk dibenturkan. Perbedaan ada untuk menjadi harmoni. Mari merayakan perbedaan.

{fin}

Kalfa (Kaldera Fantasi) merupakan komunitas dengan titik fokus pada fiksi fantasi. Ada beberapa distrik yang kami coba jelajahi yakni: Buku-Film-Games-Japan/Anime-Komik.

Hadir juga di http://www.facebook.com/groups/kalfa

Posted in Essai, Fiksi Fantasi, Jalan-Jalan, Sosial Budaya

Padat Merayap di Gelar Jepang UI

Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar kata Jepang? Jika pertanyaan tersebut diujarkan pada orang Indonesia yang mengalami perlintasan waktu dengan pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942-1945 maka kata Jepang akan dapat terkoneksi dengan romusha, kempeitai, katana, atau kekejaman yang dilakukan tentaranya. Namun bila pertanyaan tersebut didaratkan pada generasi sekarang ini, rasa-rasanya jawaban positif akan keluar terkait dengan Jepang. Shifting pandangan tersebut tak terlepas dengan kebijakan dari Kaisar Showa. Pada periode 1945 hingga 1980-an atau zaman Showa, Jepang telah membangun kembali negaranya dan berkembang pesat menjadi salah satu negara yang maju di dunia baik secara ekonomi maupun teknologi. Kaisar Showa saat itu memutuskan untuk mengadopsi penuh budaya konsumsi sebagaimana yang ada di Amerika. Jepang pun mengalami kemajuan yang pesat pada periode tersebut. Mereka mampu mengekspor produk-produk teknologi seperti alat elektronik dan kendaraan ke berbagai pelosok dunia. Bersamaan dengan itulah kemudian budaya visual Jepang merembes masuk bersama dengan produk-produk yang diekspor (Concept, Edisi September 2011, hlm. 78).

Bukti nyata dari budaya visual Jepang yang telah menyebar ke berbagai penjuru dunia ialah dengan sejumlah event yang memberikan ruang bagi ranah fantasi dari Jepang. Salah satunya adalah Gelar Jepang UI. Gelar Jepang UI sendiri boleh dibilang termasuk event yang mewadahi kegemaran terhadap segala hal yang terkait dengan produk fantasi Jepang. Gelar Jepang UI pertama kali digelar pada tahun 1994. Gelar Jepang UI merupakan upaya untuk memperkenalkan kebudayaan Jepang kepada masyarakat umum. Sudah delapan belas tahun acara ini mewadahi kegiatan apresiasi kebudayaan Jepang serta aktualisasi diri bagi komunitas peminat kebudayaan Jepang melalui berbagai bentuk kreativitas. Pada Gelar Jepang 2012 mengangkat ‘Teknologi Ramah Lingkungan’ sebagai tema tahun ini. Untuk itu kali ini diusung tagline “Embrace The Future, Embrace The Nature” (menyongsong masa depan ramah lingkungan). Pada gelaran kali ini sekaligus mengajak pengunjung untuk terlibat secara interaktif dalam acara Gelar Jepang UI dan belajar pada semangat orang Jepang untuk membuat teknologi ramah lingkungan yang tercermin dalam acara-acara yang diadakan.

Tag line yang diusung pada Gelar Jepang UI tahun 2012 ini tidak sekedar slogan bisu, melainkan terlihat dalam etalase produk inovasi yang dipamerkan. Terdapat sejumlah karya dari hasil daur ulang ketika awal memasuki area Pusat Studi Jepang yang menjadi tempat perhelatan. Disamping itu panitia juga melakukan operasi semut untuk meringkus segala bentuk sampah yang dengan sembarangan ditelantarkan oleh sejumlah pengunjung. Tempat sampah organik pun ditempatkan di sejumlah titik.

Gelar Jepang UI 2012 sendiri ramai meriah. Terdapat beragam stand dan spot yang menarik. Mulai dari merchandise cosplayer, stand kizaru (kaus bergenre anime), stand makanan-makanan Jepang, spot menangkap ikan dengan menggunakan saringan kertas, stand kaligrafi nama, dan sebagainya. Purna rupa stand ini memberikan pilihan dan menggambarkan bagaimana kebudayaan yang terejawantahkan. Mulai dari fashion, makanan, permainan, seni, terimplementasikan dari jejeran stand yang berada di Gelar Jepang UI 2012. Jika Anda penasaran dengan rasa dorayaki yang pastinya telah amat massif dipromosikan oleh Doraemon, maka Anda akan dapat menemuinya. Sedangkan bagi yang ingin mencicipi aneka ragam olahan sea food dapat mencoba takoichi. Saya sendiri telah mencoba dorayaki di paruh kesempatan acara PopCon Asia, maka pada kesempatan Gelar Jepang UI, saya mencoba olahan sea food yang disajikan takoichi.

Gelar Jepang UI 2012 menyajikan narasi cosplay. Sepanjang mata memandang Anda akan menemui orang-orang yang menggunakan kostum cosplay. Tentunya event Gelar Jepang merupakan momentum yang tepat untuk ber-cosplay-cosplay ria. Ada yang memerankan karakter di anime Naruto, Bleach, dan sebagainya. Cosplay sendiri merupakan magnet yang memberikan gimmick pada perhelatan acara fantasi. Seperti acara PopCon Asia yang saya ikuti pada hari Sabtu dan Ahad tanggal 30 Juni dan 1 Juli 2012. Pada hari Ahad 1 Juli 2012 relatif sepi mereka yang berperan sebagai cosplayer. Jauh menurun dibandingkan hari Sabtunya. Hal tersebut menyebabkan atmosfer fantasi mengalami penyusutan yang tajam.

Gelar Jepang UI 2012 pada hari Sabtu 14 Juli 2012 memperlombakan lomba karaoke. Bertempat di auditorium PSJ, lomba ini padat oleh pengunjung. Peserta lomba membawakan satu lagu untuk kemudian dinilai oleh dewan juri yang terdiri dari 3 orang. Adapun di layar terdapat lirik dari lagu yang dinyanyikan. Layar tersebut hanya bisa dilihat oleh penonton. Sedangkan peserta lomba tentu saja harus menyanyikannya dengan baik dan benar seperti kontestan adu suara.

Gelar Jepang UI 2012 yang bertempat di Pusat Studi Jepang UI dipadati oleh pengunjung. Luasnya PSJ dipadati oleh manusia sehingga untuk berlalu lalang kerap terjadi padat merayap. Area PSJ sendiri merupakan teritori yang eye catching dan menarik bagi yang suka dengan fotografi. Tak mengherankan PSJ kerap menjadi tempat shooting dari sejumlah FTV. Untuk perhelatan Gelar Jepang UI, PSJ telah dipercantik dengan nuansa Jepang. Mulai dari lampion warna-warni yang saling terhubung, bunga sakura yang terdapat di jembatan (dibuat dari bahan kertas). Bunga sakura yang terdapat di jembatan merupakan area favorit yang menjadi tempat pemotretan dari pengunjung. Sakura di kanan-kiri jembatan memberikan cita rasa Jepang yang kental.

Berangkat dari akar budaya visual yang kuat, Jepang mampu bangkit dari keterpurukan akibat kalah di Perang Dunia ke II. Dari pesakitan, Jepang mampu bangkit dan bersinar. Lewat komik dan animasi, Jepang kembali menguasai dunia lewat karakter hero dan kawaii (karakter dan desain imut asal Jepang). Indonesia yang tengah berada dalam G-20 sudah semestinya memikirkan ulang keunggulan apa yang dapat membuat bangsa ini dapat bersaing dalam kontestasi dunia. Kreativitas dan imajinasi menurut hemat saya dapat menjadi opsi yang dipilih untuk menggemilangkan Indonesia.

{fin}

Kalfa (Kaldera Fantasi) merupakan komunitas dengan titik fokus pada fiksi fantasi. Ada beberapa distrik yang kami coba jelajahi yakni: Buku-Film-Games-Japan/Anime-Komik.

Hadir juga di http://www.facebook.com/groups/kalfa

Posted in Essai, Jalan-Jalan

Bandung dan Perjalanan Itu

Perjalanan saya percaya bukan sekedar berpindahnya fisik dari satu tempat ke tempat yang lain. Perjalanan merupakan upaya untuk mengumpulkan kepingan makna. Maka lihatlah kisah perjalanan selalu menarik untuk diceritakan dan dibicarakan. Dalam kitab suci, kita mendapatinya, semisal perjalanan nabi Musa dengan nabi Khidir. Bagaimana sepanjang perjalanan nabi Musa terus bertanya tentang aneka ragam tindakan yang dilakukan oleh nabi Khidir, yakni merobohkan tembok rumah, membunuh anak kecil, menenggelamkan perahu. Untuk kemudian nabi Musa mendapati bahwa ada alasan, ada makna dari setiap tindakan yang dilakukan oleh nabi Khidir.

Kalau ada kota di Indonesia yang dapat membetot saya begitu erat. Maka dapat saya katakan ialah Bandung dan Yogyakarta. Kedua kota tersebut memiliki magnet tersendiri yang menimbulkan kekangenan untuk kembali singgah. Sebagai seorang betawi tulen menyebabkan saya tidak memiliki ‘kewajiban’ untuk pulang kampung halaman setiap lebaran. Hal inilah yang dimanfaatkan keluarga kami untuk melakukan perjalanan wisata setiap lebaran. Jalur yang dituju pun beragam-ragam. Saya dan keluarga pernah mengarungi pulau Sumatera, Jawa, dan Bali. Berbagai kota baik besar maupun kecil pernah saya singgahi. Rupanya sosialisasi politik yang dilakukan semenjak kecil ini membentuk DNA perjalanan pada diri saya. Timbul hasrat untuk menjelajahi tempat-tempat yang tidak biasa dikunjungi harian. Saya pun menyambut perjalanan sebagai tantangan dan eksplorasi pengalaman baru.

Di awal bulan Mei dan Juni 2012, saya melakukan perjalanan ke Bandung. Di perjalanan bulan Mei, lebih dikarenakan sebagai sebuah ‘pemberontakan’ terhadap pola kerja Senin-Jum’at. Saya pergi ke Bandung pada hari Kamis tanggal 3 Mei 2012 dan merasakan betul orbit yang berbeda dari orang-orang yang saya temui di perjalanan (kisah lebih lengkap ada di artikel berjudul Orbit). Pada bulan Juni 2012, baru saja saya laksanakan perjalanan pada hari Sabtu tanggal 2 Juni 2012). Kebetulan ada acara Hotaru di ITB dan keesokannya sobat saya ada gathering dengan komunitas games-nya. Jadilah saya dapat menikmati durasi yang lebih panjang di kota yang memiliki julukan Paris Van Java ini.

Pada hari Sabtu 2 Juni 2012, acara Hotaru cukup menarik saya ikuti hingga penutupan. Hmm..sepertinya saya akan membuat liputan tersendiri tentang acara Hotaru ini. Lalu pada keesokan harinya, setelah menginap di rumah teman, saya pun berkesempatan untuk berkunjung ke Museum Asia-Afrika. Sudah lama kiranya saya memendam hasrat untuk ke tempat bersejarah yang merupakan tonggak penting dari politik luar negeri Indonesia ini. Konferensi Asia-Afrika merupakan event yang menunjukkan independensi, sebuah pernyataan untuk lepas dari cengkraman kolonialisme. Konferensi Asia Afrika (KAA) menghasilkan Dasasila Bandung. Prinsip yang menjadi panduan untuk masyarakat Asia dan Afrika untuk bekerjasama dan mengeratkan solidaritas internasional. KAA bertempat di Gedung Merdeka yang memiliki gaya arsitektur Art Deco. Dan saya menyusuri sejarah itu bata demi batanya.

Bandung memiliki percabangan yang menarik. Kuliner, oleh-oleh, kreatifitas, nuansa udara, bangunan bersejarah, padukan itu dalam satu kota, maka akan didapati di Bandung. Perjalanan menuju Bandung sendiri dapat menjadi pengalaman yang menyenangkan. Jika memakai kereta api Argo Parahyangan maka akan didapati tekstur alam yang memikat. Mulai dari pemandangan pemantang sawah, jembatan gantung, terowongan, dan sebagainya. Deru suara kereta api yang beradu dengan rel juga menimbulkan harmoni tersendiri yang unik.

Saya percaya setiap perjalanan memiliki lembar sejarahnya tersendiri. Dari berbagai muhibah, saya ke Bandung, spot-spot berbeda saya dapati. Ketika bersama kakak saya, saya bertemu dengan bisnis kreatifitas. Jajaran factory outlet yang dipenuhi aneka desain yang limited edition nan ciamik. Bagaimana roda ekonomi berputar keras di sisi ini. Saya juga mengunjungi beberapa mall di Bandung. Sebut saja Cihampelas Walk, Paris Van Java, Bandung Indah Plaza. Bersama kakak saya, tinggal anteng ikut kemana-mana.

Sedangkan pada perjalanan tanggal 3 Mei 2012 ke ITB, saya melakukan perjalanan sendiri. Rupanya perjalanan sendiri menyenangkan. Saya hanya perlu berdialog dengan diri sendiri mengenai apa yang ingin dilakukan. Tentu saja perjalanan personal akan mengasah dan menguji kemandirian.

Perjalanan juga memberikan horizon wawasan baru. Bertemu dengan rangkaian realita baru dan orang-orang baru. Membuka mata dan hati. Ridwan Kamil sang master desain urban menyatakan bahwa rahasia kreatifnya ialah rajin membaca dunia. Membaca dunia itu dengan jalan rajin membaca buku dan rajin jalan-jalan, traveling. Di setiap kota yang Ridwan Kamil kunjungi, ia merekam dan menempelkan di memorinya. Jadi begitu ia mendesain, ia download memori-memori itu. Mencari ide, menurut lulusan Teknik Arsitektur ITB ini yakni dengan melihat, kemudian menyerap, dan memproses dalam memori otaknya untuk menghasilkan ide-ide kreatif (Tarbawi, Edisi 23 Februari 2012). Sedangkan bagi saya personal, perjalanan juga teramat penting untuk mengkayakan kemampuan menulis. Menulis memerlukan bahan-bahan yang menarik. Dan untuk mendapatkan bahan-bahan itu, salah satu caranya ialah dengan melakukan perjalanan.

Leonardo Da Vinci konon membawa buku catatan ketika dia melakukan perjalanan. Dia mencatat pemikirannya dan menggambar sketsa dari bangunan yang dilihatnya. Saya sendiri juga tidak sekedar menghamburkan uang dalam perjalanan ke Bandung. Bagi saya perjalanan tersebut merupakan sebuah investasi bagi karya-karya yang akan lahir. Saya merekamnya dalam ingatan, mengingat nuansa yang saya kecup, menulis tentang beberapa hal yang terlintas dan penting.

Jika orang-orang yang pergi ke Bandung umumnya memenuhi ranselnya dengan Kartika Sari, brownies, cheese stick, keripik, ataupun panganan lainnya. Saya memilih untuk tidak turut dengan arus mainstream tersebut. Bagi saya cukuplah membawa pulang rangkaian makna, konsep, rekam bangunan, dan nuansa. Itulah yang saya butuhkan untuk menjadi amunisi kreatifitas. Tentunya perjalanan ini menyadarkan saya tentang realitas lainnya. Memperluas pandangan dan tidak terkerangkeng dengan model berpikir Jakarta dan Jakarta. Masih banyak kiranya hal yang belum yang saya eksplorasi dari kota ini. Mungkin saya akan membeli buku panduan perjalanan di kota ini, untuk melihat titik-titik mana saja yang menarik untuk ditelusuri dan disinggahi.

Wisata sejarah rasanya layak saya garis bawahi. Dikarenakan praktis berbagai bangunan sejarah di Jakarta telah beberapa kali saya kunjungi. Maka mengarungi bangunan peninggalan sejarah dan cagar budaya di kota Bandung merupakan destinasi yang menarik untuk menjadi eksplorasi berikutnya.

Perjalanan memang krusial dan dibutuhkan oleh manusia. Di Sumatera Barat, kita mengenal istilah merantau. Di Sulawesi Selatan, kita mengenal istilah ‘sekali layar terkembang, pantang surut ke tepian’. Orang etnis China yang menyebar ke berbagai penjuru dunia. Mereka yang telah mencicipi perjalanan akan memungkinkan untuk toleransi dan menerima perbedaan. Perjalanan itulah kiranya yang menempa dan mendialogkan diri secara personal. Selamat berjalan-jalan, dan tidak terpaku di satu titik bumi.