Posted in Aku, Essai, Politik, Sejarah, Sosial Budaya

Jas Merah, Janji Merdeka di Kemudian Hari

Dan kau datang lagi dengan ilusi-ilusi indah. Kau hidupkan panel-panel, seolah itu nyata. Kau membual dengan partitur tinggi rendah suaramu. Kau katakan ah ini perkara mudah. Sekadar menganyam dari karya yang sudah lama. Kau katakan kali ini berbeda. Lalu kau coba terbitkan liur kami dengan mengatakan besaran uang tertentu untuk kerja yang katamu simple.

Tapi bagaimana bisa ku percaya lagi kata-katamu? Kau sudah terlalu sering berbohong. Berbohong seperti nafas saja bagimu. Otomatis. Ah mari kita lihat hikayat kata-katamu. Bukankah kata Bung Karno adalah Jas Merah (Jangan Sekali-Kali Melupakan Sejarah). Sejarah kata-katamu adalah sejarah compang-camping. Pecah kongsi antara kata dan perbuatan. Nampak sekali jiwa pelitmu disana. Pelit sebenar-benar pelit. Kuingat ada yang hingga jatuh sakit, merelakan waktu tidurnya hanya menjadi 1 jam dalam sehari, demi memenuhi tenggat ambisi mengatasnamakan itu. Lalu setelah produk selesai, yang ada sekadar namanya yang tertera. Kau tiada memberikan konsesi material kepadanya. Padahal karyanya ada. Padahal ia telah mengupayakan segenap daya.

Ah tahu betul aku dengan gayamu. Berlagak dengan kata-kata santun. Tapi sesungguhnya kata-katamu bajingan. Kau tersenyum, namun senyummu adalah senyum bertaring.

Bisa gila kiranya jika memenuhi segala liur nafsumu. Dipekerjakan dengan cemeti terus menerus. Dipersalahkan terus menerus. Oh iya kau tiada bisa diajak diskusi. Kata-katamu adalah hukum. Kata-katamu adalah fatwa. Kau juga selalu benar dan tidak pernah merasa salah.

Kau mainkan bait-bait emosi, tolong kasihani dirimu. Siapa yang akan mengerjakan semua ini? Kau coba untuk “terlihat mengerti” kesibukan, aktivitas yang ada pada perangkai kata. Hei kau juga menjanjikan bonus, konsesi material. Tapi nyatanya itu seperti janji Jepang pada Indonesia. Janji untuk merdeka di kemudian hari. Sekadar upaya untuk menarik simpati, menarik dukungan, namun kebenaran substansi janji layak dipertanyakan. Maka seperti para pendiri bangsa ini, kemerdekaan itu harus direbut. Kemerdekaan itu harus diperjuangkan.

Jas Merah, dan track record-mu benar-benar compang camping terhadap pemenuhan kata. Janjimu seperti janji merdeka Jepang untuk memerdekan Indonesia di kemudian hari. Menutup lipatan kata ini saya ingin mengutipkan perkataan Soekarno: go to hell with your aid. Maka bolehlah kupinjam khazanah sang Bapak Bangsa untuk diujarkan kepadamu: go to hell with your ambition.

Author:

Suka menulis dan membaca

Leave a comment