Negeri yang Molek

Aku hanya melukis tentang keindahan

Negeri yang molek

            Alamnya yang hijau

            Binatangnya yang beragam

Aku suka melihat singa,

Kuda

Para peziarah dalam perjalanan

            Aku hanya melukis tentang keindahan

            Debur suara air laut

            Menghantam karang yang kokoh

            Pasir

            Aroma pantai

            Menatapnya dari ketinggian

            Samudra

Aku hanya ingin melukis mereka yang tersenyum

Tubuh yang berisi, montok

            Kain hitam kubebatkan kuat-kuat,

            Pada “mata”

            Pada “rasa”

            Pada pendengaran

            Pada aroma

Keringat,

yang asin

Tangisan

Keluhan

Gugatan

Desakan

Mereka yang melawan,

dengan sia-sia

tapi melawan,

Menerjang

            Aku hanya melukis tentang keindahan

            Negeri yang molek

Aku menangis dalam keindahan itu

Di negeri yang molek

Kecut?

Pengecut?

Takut?

Tidak, aku hanya berhitung

            Aku butuh warna hijau, untuk rimbunnya pepohonan

            Aku butuh warna biru, untuk birunya laut

            Warna merah kusimpan, aku tak cukup nyali

            melihat darahku tertumpah

Maka, aku melukis, melukis, melukis

Perihal negeri yang molek

            Ini negeri siapa, tuan?

            Ini negeri siapa, puan?

Kartu yang Tertutup

Kartu-kartu dibagikan

Masing-masing dengan keresahannya sendiri

Tapi, kartu yang tertutup itu, terbaca

Di wajahmu yang bak peta transparan

            Tarikan di bibirmu

            Sungguh bukan poker face

Terbaca, terduga

Sungguh kentara

            Kartu-kartu dibagikan

            kepada mereka-mereka yang punya kuasa

            Masing-masing dengan keresahannya sendiri

            Dapatkah kita membacanya,

            kartu yang tertutup itu

            Dari rona muka,

            dari kata

Mesin Cuci Berputar

Air yang mengalir

Menerpa dahan & ranting

Menyapa genting

            Kau dalam perjalanan

            Melihat langit telah menggelap

            Risaumu menjadi nyata

Baju, celana yang basah di tempat jemuran

Sia-sia upaya cuci sejak pagi tadi

            Siapa tahu alam akan mengarah kemana

            Panas, dipikir tetap panas terus

            Rupa-rupanya hujan mengetuk

            Datang dengan melimpah

Prakiraan cuaca juga meleset

            Kau yang teringat dengan mesin cuci berputar itu

            Tinggal masukkan baju, celana kotor

            Menuangkan cairan pembersih, cairan pengharum

            Dan kau suka melihat segalanya berputar

            Atau deru suara mesin cuci yang sedang bekerja

            Kau suka melihat atas menjadi bawah, bawah menjadi atas

            Berputar terus, lagi & lagi

Sementara dirimu tertambat di titik itu

Melumut

Jumud

Jenuh

Bawah tetap di bawah

Jelata tetap jelata

Ingatan yang Kau Percaya

Aku melihatmu dalam ingatan itu

Ingatan yang kau percaya

Pernahkah kau bertanya-tanya tentang ingatan itu?

Berpikir kritis tentang ingatan itu?

            Dari mana kau dapatkan ingatan itu?

            Buku,

            Kurikulum,

            Guru,

            Pihak berkuasa

Bagaimana jika ingatan itu salah

Dan yang kau yakini adalah keliru

            Pernahkah kau meragukan ingatanmu?

            Ingatan yang kau percaya

Ini Dunia Penuh Ilusi

Koran-koran terbakar

Kata-kata runtuh

            Mana yang bisa kau percayai?

            Ini dunia penuh ilusi

            Duniaku-duniamu

Masing-masing dari kita menciptakan kebohongannya sendiri

Yang lalu kita percayai

Untuk apa?

Agar kita jadi protagonis

Keresahan Ini

Merambat bak api

Kini di pucuk, detakmu lebih keras

Siapa akan melipat belati di balik pelukan hangat, senyum bersahabat

Curigamu menguar dari rasa cemas

            Ah, candu kuasa

            Mengapa pula harus ada keharusan untuk suksesi

            Maka, siapa kawan, siapa lawan, samar betul

Sementara, merambat bak api

Yang menggugat

Yang menuntut

Yang nyerempet-nyerempet dengan lelucon tepi jurang

            Padamkan api itu

            Kerahkan macam-macam instrumen, alat kuasa

            Bukankah negara masih saya?

Menggedor-gedor

Mempertanyakan segala

Alamak

Mondar-mandir

Ke kanan, ke kiri, ke tengah

Sang Raja resah

Jangan-jangan ia akan kalah, kali ini, kali kedua

Kau yang Rumit & Merumitkan

Kau yang pengingat

Pemikir ini, pemikir itu

Kata-katamu bersambung

Perlu catatan kaki

            Kau yang rumit

            & merumitkan

Kau yang mencatat dengan prihatin, tanda-tanda zaman

Katamu siklus berulang

Kultus individu merekah kembali

Katamu nalar harus senantiasa dipupuk & dipelihara

Mencurigai segala

Setiap kita punya kepentingan,

Lalu mengatasnamakan apa saja

            Kata-katamu yang dituangkan perlahan-lahan

            Sementara, orang-orang sibuk menetaskan kata sekilat-kilatnya

            Ditetaskan dalam tempo secepat-cepatnya

            Ah, kalau meleset, kan bisa klarifikasi

Kau yang menyeru dalam senyap

Menyalakan pertanda

            Kau yang berkeras dengan idealisme

            Ide-ide di kepalamu

            Sungguh kau yang rumit & merumitkan

            Di dunia yang semestinya simpel & tertebak ini

Bertanya & Mempertanyakan

Aku masih ingat matanya yang bersinar

Tangannya yang sigap mengangkat

Ia yang berani bertanya & mempertanyakan

Apa saja-dimana saja

            Sedangkan kami-kami ini, yang nrimo

            Yang yowis lah

            Yang penting selamat

            Yang medioker, & tak ingin terlihat beda

Di pagi itu, kursi ia yang berani bertanya & mempertanyakan, kosong

Esoknya juga

Lusa pula

Tulat pun

            Kemana ia?

            Rupanya ia belum kembali, setelah mempertanyakan kekuasaan

Mencetak Musuh Imajinatif

Apa yang bisa menyatukan kita?

Musuh imajinatif

            Maka dicetaklah musuh itu

            Diamplifikasi

            Hegemoni makna & wacana

Jargon yang diulang-ulang

Ketakutan yang bersalin rupa dalam berbagai cara & pendekatan